JAKARTA - Hampir 50
tahun, dan pembangunan itu belum nyata hasilnya. Tahun 1963, ide itu muncul
untuk mengatasi perkiraan akan terjadinya krisis air di Provinsi terbesar dan
padat di Indonesia, Jawa Barat. Ya, Waduk Jatigede adalah proyek besar yang
hingga kini tak kunjung selesai dan berbuntut banyak persoalan.
Lokasi proyek
pembangunan Waduk Jatigede merupakan bagian wilayah Sungai Cimanuk-Cisanggarung
mencakup daerah aliran sungai Kab.Garut, Sumedang, Majalengka, Cirebon,
Indramayu, Kuningan serta Brebes Jawa Tengah. Rencana letak Dam Proyek
Pembangunan Waduk Jatigede terletak di Kampung Jatigede Kulon Desa Cijeungjing
Kecamatan Jatigede Kabupaten Sumedang. Adapun lahan yang dibutuhkan seluas
4.891,13 ha yang meliputi 5 (lima) kecamatan atau 26 (dua puluh enam) desa.
Persoalan
yang timbul
Setelahnya,
beberapa peraturan serupa dibuat untuk memberi ganti rugi atas hak warga.
Diantaranya melalui Keppres No. 55 tahun 1993 dan Perpres No. 36 tahun 2005
yang juga masih berperan dalam pembebasan lahan, bangunan dan tanaman. Namun
pembangunan yang terlalu memakan jangka waktu lama, akhirnya malah berujung
persoalan. Dinatara permasalahan multidimensi (Sosial, Budaya dan lingkungan)
yang timbul adalah:
2. entah apa
motif masyarakat, timbulnya bangunan-bangunan baru pasca selesainya pembebasan
kemudian mendatangkan persoalan baru
3.
Pengukuran/pemetaan bidang kawasan/tanah yang tidak valid
4. Belum
adanya proses pengukuhan lahan pengganti kawasan hutan
5. Problema
pemindaha penduduk, serta
6. Penanganan
atas keberadaan bangunan yang didirikan diatas tanah negara.
Menyikapi hal
ini, Selasa (14/8) pagi digelar rakor Pembangunan Waduk Jatigede. Yang
melibatkan sejumlah Kementrian juga Pemerintah Daerah. Pertemuan diawali dengan
MoU antara Mendikbud, Menpera, Men PU, MenHut, Menakertrans, Gubernur Jabar,
Bupati Cirebon, Bupati Majalengka, Bupati Sumedang serta Indramayu. Pertemuan
ini dipimpin oleh Menko Perekonomian RI Ir. M Hatta Rajasa di ruang rapat Graha
Sawala, Kementerian Keuangan RI.
Para peserta
rapat satu suara untuk segera merampungkan proyek ini. Sebab ketika masih juga
mundur, persoalan yang makin banyak akan turut mengekor.
Nasib
Sumedang
Perlu
diketahui, meski pembangunan ini dilakukan di wilayah Sumedang, namun tak ada
aliran irigasi khusus yang akan mengairi lahan-lahan Sumedang. Mayoritas aliran
akan memasok debit air bagi Cirebon, Indramayu, Kuningan dan Majalengka. Tanggap
atas ketimpangan ini, Gubernur Jabar Ahmad Heryawan mengemukakan pendapatnya.
"Meneruskan
apa yang saya dapat dari seluruh Gapoktan wilayah Sumedang, kami berharap,
hendaknya ada keberpihakan pada lahan Sumedang. Solusi nyata dari kami adalah
dengan mohon untuk dibangun bendung Sungai Cipeles yang akan dialirkan bagi
irigasi di Sumedang." Begitu tutur Heryawan yang langsung mendapat respon
positif dari Menko Perekonomian.
Para petani
Sumedang dengan ini diharapkan jangan terlalu khawatir dan kecewa. Sebab dana
100 M yang diajukan Heryawan bagi Bendung Sungai Cipeles telah disetujui Menko
yang langsung disampaikan olehnya pada Men PU.
Kesimpulan
Pertemuan
Setelah
mendengar kompleksitas permasalahan, saran, dan solusi dari berbagai pihak
terkait, rapat koordinasi ini berbuah poin-poin kesimpulan sebagai berikut:
1. Proyek ini
harus selesai sesuai Jadwal
2. Persoalan
sosial yang mengekori proyek agar diselesaikan
3. 'Nyawa'
dari perkembangan proyek, yaitu verifikasi bangunan yang masih bercokol di
kawasan calon genangan harus secepatnya selesai
4. Demi
kelancaran penyelesaian persoalan tersebut, mesti ada Payung Hukum yang kuat
5. Pembagunan
bendung Cipeles di Sumedang mesti mendapat perhatian
6. Perlu
dibentuk tim Supervisi yang akan mengawasi langsung kinerja SAMSAT Daerah, dan
7. Pemda agar
segera mengisolasi kawasan Calon Genangan
Semoga pembangunan waduk tebesar kedua setelah Jatiluhur ini benar-benar
segera rampung. Sebab debit air yang dihasilkan dari keberadaan bendungan akan
sangat berarti bagi perkembangan perekonomian Jawa Barat khususnya. (RONI /KHAN)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar